Sesuatu yang sudah dijamin, kamu tau? ini bukan tentang asuransi! Yang
merupakan jaminan pendidikan, jaminan kesehatan, atau jaminan hari tua. Ini bukan
tentang jaminan dari manusia yang mereka sendiri belum tentu bisa menjamin diri
sendiri.
Sedangkan sesuatu yang dituntut, kamu tau? ini bukan kisah seorang
raja atau bos yang menuntut pekerjaan kepada bawahannya. Pun bukan pula seorang
dosen yang menuntut tugas dari mahasiswanya. Atau bahkan orangtua yang menuntut
anaknya segera menikah. Bukan!
Apa yang sudah dijamin di dunia ini? Ada kan? Ya, ada. Jawabannya
adalah rizki. Lalu apa yang dituntut di dunia ini? Kamu tau kan? Bisa
tebak? Nah, jawabannya adalah ibadah. Dan percayakah kamu dengan itu
semua?
Jika kamu menengok nikmat badan ini, mungkin kamu percaya. Lihat
saja! Kamu memiliki mata yang dengannya kamu dapat melihat dunia, itulah rizki.
Kamu hidung yang dengannya kamu (dapat) mencium, itulah rizki. Kamu punya
kaki yang dengannya kamu (dapat) berjalan, itulah rizki. Kamu punya akal
yang dengannya kamu (dapat) berpikir, itulah rizki. Atau bahkan ketika kamu mampu tersenyum kepada saudaramu itu adalah rizki. Dan masih banyak
nikmat lainnya.
Selain itu, kamu punya orangtua yang masih hidup, yang dengannya
kamu (dapat) mendapat kasih sayang, itulah rizki. Kamu punya pasangan
hidup, yang dengannya kamu (dapat) berbagi suka dan duka dalam hidupmu, itulah rizki.
Hayoo, bisa kasih contoh lainnya? Nikmat sehat? ya. Muslim? wah
kalau ini rizki yang sangat besar. Iman? Wah! Ini nih nikmat terbesar,
karena ingkar merupakan bencana bagi orang beriman. Dan kamu pasti tau
rizki itu apa, silakan lanjutkan sendiri ya. Hehehe
Sumber: www.distance-fromto.com |
Namun, jika rizki sudah diberi, ingatkah kita pada Sang Pemberi?
Darman : “Bang! Bang! Bang
Ali!”
Ali : Ali yang sedang bekerja di bagian bawah gedung tidak mendengar teriakan Darman yang sedang bekerja dibagian atas.
Ali : Ali yang sedang bekerja di bagian bawah gedung tidak mendengar teriakan Darman yang sedang bekerja dibagian atas.
Darman: “Wah, gak kedengaran apa ya? Lembar logam dah.”
Ali : “Wuih, ada
uang, kantongin nih.”
Darman: “Yee, malah dikantongin, bukannya nengok ke atas. Coba yang
ceban-an.”
Ali : “Loh, ada
lagi. Alhamdulillah rejeki anak sholeh.”
Darman: “Lah, susah banget ya nengoknya nih orangtua. Gua lempar
batu juga nih.”
Ali : plakkk.
“Aduh, siapa yang lempar ini?” kemudian menengok ke atas.
Darman : “Bang, gua yang
lempar! Lagian dipanggil-panggil gak nengok!”
Ali : “Oh, gua
dipanggil toh! Hahaha sori deh, Man!”
Mungkin sesederhana ini mengenai rizki. Ibaratnya Darman
adalah Tuhan dan Ali adalah manusia. Pada posisi mana kita akan melihat Sang
Pemberi rizki? Apakah ketika mendapat nikmat walau sekecil apapun? Atau ketika
mendapat nikmat yang begitu besar? Atau malah ketika kita menunggu mendapat
azab (batu), baru kita menengok ke atas?
Ya, seringkali kita tidak sadar atau mungkin pura-pura tidak ingat
darimana datangnya rizki. Seringkali kita mengkhawatirkan mengenai ini. Padahal
bukankah ini sudah dijamin? Bagaimana dengan ibadah kita? Yang sebenarnya
itulah yang dituntut dari kita.
Yaa Rabb, aku tau ini semua ini milik-Mu
Aku memohon, jadikanlah aku sebagai sebenar-benarnya hamba
Yang mengerti bagaimana cara menerima yang baik
Yang mengerti bagaimana cara menjaga dengan baik
Dan mengerti bagaimana pengembalian yang baik
Aamiin
Bermamfaat banget...
ReplyDeleteAlhamdulillah.. :)
DeleteBermamfaat banget...
ReplyDeleteDalaasm sekali maknanya
ReplyDeletesedalam apa, Bang? hehe alhamdulillah
DeleteSetujuu. Seringkali sudut pandag rizki melulu dikaitkam dg rupiah. Menjadikan kita lupa bersyukur.
ReplyDeleteTerimakasih tulisannya :))
Yupz.. seringkali :(
Deletesemoga menjadi pengingat buat kita semua..
sama-sama, Mba :)
Aamiin.. ya Rabb..
ReplyDeletekita sering lalai dengan sang maha pemberi
ReplyDeletesederhana namun sangat mengena, hhha, like mbaa. like banget
ReplyDeleteLike this
ReplyDeleteBersyukur untukhal-hal kecil... hiks.
ReplyDelete