Sumber: triabiru.blogspot.com |
Saat ini, banyak orang di dunia, dari mulai anak-anak sampai orang
dewasa, tidak terlepas dari yang namanya gadget. Tujuan penggunaannya pun
beragam, ada yang digunakan untuk bersenang-senang, mengisi waktu luang,
menjadi teman keseharian dikala sendirian, tetapi ada pula yang menggunakannya
secara efektif. Semua ini dikarenakan kebutuhan setiap manusia akan media sosial
untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi dengan cepat. Segala sesuatu
menjadi instan.
Adanya teknologi seringkali menjadikan setiap orang berpikir
instan. Penginnya dapat hasil tinggi dengan usaha yang sedikit. Tak jarang kita
juga melihat kehidupan sosial masyarakat yang kurang dari nilai-nilai
kemasyarakatan seperti zaman dulu. Seperti, silaturahim yang kurang terjalin,
kurang peduli terhadap tetangga, dan masih banyak yang lainnya. Hal ini terjadi
karena salah satunya adalah menjadikan gadget sebagai kecupukan untuk
menjalin komunikasi dengan orang lain.
Harusnya, penggunaan gadget memang disesuaikan dengan
kebutuhan. Tidak digunakan secara berlebihan, atau bahkan sudah sedari dini
memperkenalkan anak untuk memakai gadget. Saya sendiri tidak mau
membiarkan anak saya memakai gadget untuk sekadar bermain games
atau hal lainnya (eh, maksudnya nanti kalau udah punya anak..hehe), kecuali
jika memang sudah pantas untuk diberikan, maka silakan saja.
Nah, fenomena saat ini, banyak media sosial yang digunakan untuk
sekadar berkeluh kesah atau mengeluh. Bahkan tidak jarang ada juga yang meng-update
atau meng-upload sesuatu yang
tergolong “aib”. Astaghfirullah. Saat ini, terlihat banyak orang yang
tidak malu-malu untuk manampakkan itu semua. Aku berlindung pada-Mu, yaa
Rabb...hmm, aku jadi teringat pengajian tadi pagi. Pagi tadi pembahasan
tentang “Syurga”, dari kitab Aqidatul Awam. Syeikh menjelaskan bahwa di Syurga
tidak ada lelah, tidak ada capek. Dan satu-satunya hal yang pasti di dunia ini
adalah “capek”. Kebiasaan kita kalau sudah merasa capek adalah mengeluh. Nah,
tak jarang dari pengguna media sosial menggunakan media tersebut untuk
mengeluh. Mengeluh pekerjaan yang banyak, mengeluh akan tugas yang tiada akhir,
atau mengeluh akan hidup yang sedang dijalani. Padahal, sejatinya hidup memang
bersifat capek.
Diam atau bergerak, sama saja! Sama-sama capek. Ketika banyak
tugas, kita mengerjakannya, lama-lama tenaga terkuras dan kita merasa capek. Semua
peran di dunia pasti menjadikan semua yang bertugas memainkan peran tersebut
merasa “capek”. Bahkan ketika hari libur tiba, ketika kita mengagendakan untuk
pergi refreshing atau jalan-jalan, pasti kita juga akan merasakan capek.
Atau hal lainnya yang tidak membutuhkan pergi kemana pun, seperti tidur
misalnya, pasti juga capek kalau terlalu lama. Maka, capek atau lelah memang
hal yang sudah pasti didapatkan. Jadi, benarlah siapa yang beranggapan bahwa di
dunia adalah tempat menanam, dunia adalah tempat berlelah-lelah. Karena hanya
di syurga nanti kita tidak akan pernah merasakan yang namanya capek (semoga
kita bisa bertemu di syurga-Nya ya^^). Kata-kata mengeluh “capek” ini menurut
syeikh tidak perlu diucapkan. Ya, saya setuju. Tinggal bagaimana kita
memanfaatkan capeknya kita atau lelahnya kita dijalan mana. Karena mau dijalan
lurus, berbelok-belok, naik-turun, atau bagaimanapun pilihan kita, kita “pasti”
bertemu dengan yang namanya “capek”. Maka pantaslah ada istilah “Hidup Mulia
atau Mati Syahid”, atau istilah lain yang disampaikan oleh Pak Jamil Azzaini
adalah “Sukses Mulia”.
Sumber: twitter.com |
semangat,, sukses mulia.. (y)
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin..
Delete\(^0^)/
mengingatkan untuk tidak mengeluh..hehe..stop mengeluh yuk!
ReplyDeleteyuk, Mba! ^^
Deletewe can!
mengingatkan untuk tidak mengeluh..hehe..stop mengeluh yuk!
ReplyDelete