Sumber: indiraabidin.com |
“Kakak, aku mau curhat,
please!” pintaku pada Kak Nadine melalui telepon, “ketemuan yuk!”
“Loh loh, kamu kenapa, Dek? Karena si dia lagi? Hehehe”
“Apaan sih, Kak! Nanti aku ceritain deh!” aku mengakhiri
pembicaraan.
“Ok, besok ya?! Sekalian ke kampus nih.”
“Ok, Kak!”
Siang itu, sekitar pukul 14.00, aku bertemu dengan kakak kelasku. Dia
memang seringkali menjadi tempat curhatku, maklum pengalamannya memang sudah
banyak. Walaupun kita berbeda jurusan dan selisih usia dua tahun, tetapi aku
tidak terlalu sungkan dengannya. Aku mengenalnya ketika ia menjadi panitia
ospek di kampus.
Ketika itu kami bertemu di tempat makan dekat kampus. Aku memilih
yang terdekat, setidaknya tidak terlalu memakan waktu lama untuk kembali ke
pondok nanti. Aku dan Kak Nadine memesan makanan dan minuman. Sambil menunggu
pesanan sampai, aku mulai membuka pembicaraan. Aku mulai curhat kepadanya
perihal masalahku. Dan tiba-tiba ada seorang pengemis datang. Aku tak memberi,
begitupun juga Kak Nadine. Aku pun bertanya padanya.
“Kak, kenapa gak dikasih?” tanyaku.
“Gak apa-apa.”
“Loh, kok gak apa-apa, Kak?”
“Ia, jangan mikir macem-macem!” pintanya.
“Bukan gitu, pengin tau aja alasan kenapa gak perlu ngasih. Karena keliatannya
masih kuat kerja ya, Kak?” tanyaku penasaran.
“Sssttt! Kalau emang gak mau ngasih, jangan mikir macem-macem!”
jelasnya.
“Kenapa begitu, Kak?” aku makin penasaran.
“Ia, kalau memang gak mau ngasih, yaa gak usah ngasih dan gak usah
berpikir yang macam-macam, khawatir jadi suudzon nantinya. Yaudah
alasannya emang gak mau ngasih aja,” tambahnya.
***
Kejadian ini selaras dengan penjelasan ustadzku, beliau memang
mengajar kitab tasawuf. Beliau pengikut tarekat, walaupun aku belum termasuk
bagian dari tarekat, tapi kami juga diajarkan mengenai orang-orang yang
melakukan perjalanan menuju Allah tersebut. Beliau menjelaskan bahwa ada dua
keadaan ketika kita hendak memberi sedekah kepada seorang peminta-minta. Mungkin
setiap orang memiliki alasan masing-masing mengapa mereka ingin memberi dan
tidak kepada pengemis. Tetapi penjelasan beliau cukup menjawab pertanyaanku
mengenai sedekah terhadap pengemis.
Yang pertama, adalah orang yang memberi tanpa berpikiran negatif
terhadap peminta-minta. Orang-orang yang berprinsip seperti ini biasanya selalu
husnuzhon terhadap peminta-minta, dan kalaupun memang tidak mau memberi
yaa tetap tidak berpikiran negatif terhadap si peminta-minta. Apakah kita
termasuk ke dalam jenis orang yang memiliki prinsip seperti ini? Biasanya orang-orang
yang bertarekat menganut prinsip seperti ini.
Yang kedua, adalah orang yang memberi dengan berpikir terlebih
dahulu. Biasanya orang-orang seperti ini memikirkan siapa sih yang
meminta-minta itu. Prinsip kedua ini juga baik, karena orang-orang yang
memegang prinsip ini berkeyakinan bahwa bersedekah kepada yang memang
benar-benar berhak menerima. Biasanya mereka bersedekah melalui suatu badan
atau lembaga yang sudah diketahui kemana uangnya akan diberikan. Jadi pemegang
prinsip kedua ini benar-benar memperhatikan kemanakah uangnya dibelajankan. Biasanya
mereka lebih waspada, apalagi kalau ada pengemis yang cara memintanya seperti “oknum”
yang sudah terorganisir.
Nah, jadi termasuk pemegang prinsip yang manakah kita? Yang mana
saja baik, walaupun memang belum sempat banyak memberi sedekah, setidaknya kita
punya niat selalu untuk memberi sedekah. Oya, sedekah bukan hanya berupa uang
ya, tetapi ilmu, pengetahuan, tenaga, pikiran, (dan masih banyak lagi) juga
termasuk hal-hal yang bisa kita sedekahkan. Sebagaimana yang kita tau, bahwa
niat baik sudah dihitung sebagai amal baik. Kita hanya tinggal menunggu
kesempatan itu datang.
No comments:
Post a Comment