(Sumber: terselubung.in) |
Beberapa hari ini Suci sedang kurang sehat. Seringkali ia terlihat
pucat. Tubuhnya menggambarkan bahwa ia tidak seceria biasanya. Baginya, sakit
itu tanda cinta dari Sang Kekasih. Ia tidak menganggap itu berupa musibah,
tetapi tanda bahwa ia harus lebih dekat dengan kekasihnya.
Suci seringkali berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan
aktivitasnya, kemudian setelah selesai ia berusaha mencari waktu untuk
beristirahat sejenak. Bukan karena ia ingin bersantai ria, tapi karena ia tahu
banyak hal yang harus segera diselesaikan. Diselesaikan ketika kondisinya
baik-baik saja. Ia tahu bahwa yang terjadi padanya adalah tanda bahwa ia akan
semakin dekat dengan kekasihnya.
Tuhan...
Aku tau sakit ini baik bagiku
Aku tau karena ini aku bisa lebih mengingatmu
Aku tau dengan ini Kau mengampuni dosa-dosaku
Maka jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang sabar
Tuhan...
Jika cinta belum
kurangkai untuk-Mu
Jadikanlah aku selalu
berjalan menuju-Mu
Jika hanya nikmat yang
aku terima dari-Mu
Jadikanlah aku mengerti
bahwa sakit juga nikmat dari-Mu
Suatu malam, ia menangis di dalam kamar. Ia teringat akan mantan suaminya.
Bukan karena merindukan ikatan itu terjalin kembali, tetapi karena ia semakin paham
bahwa cinta itu menerima. Bahkan untuk hal-hal yang tidak disukai.
“Dulu, semenjak kita belum menikah, kau bilang kalau kau cinta
padaku? Mana buktinya, Mas?” bentak Suci.
“Tapi aku gak mau punya istri penyakitan, capek!” bantah suaminya.
“Oh, jadi kau hanya cinta kecantikanku saja? Ingat ya, Mas, aku
lebih memilihmu dibanding dia. Tapi, begini balasannya? Kau selingkuh dengannya
ketika kondisiku seperti ini? Oke, kita selesai,” kata Suci dengan penuh air
mata.
Ketika itu, ia sangat kecewa dengan orang yang begitu ia cinta. Namun,
ia sudah memaafkan sikap mantan suaminya. Ia pun menjalani kehidupan bersama
orangtuanya kembali. Beberapa tahun, ia menjalani pengobatan dan akhirnya dapat
sembuh dari penyakitnya.
Beberapa hari yang lalu, ada seorang pria-teman lamanya-yang ingin
menikah dengannya. Suci bertanya dengan pertanyaan sederhana.
“Mengapa kau ingin menikah denganku?” tanyanya dengan sikap biasa.
“Karena cinta,” jawab pria itu.
“Apa yang kau cinta dariku? Hartaku? Fisikku? Kelebihanku?”
tanyanya penasaran, karena ia khawatir kalau pria yang ingin menikah dengannya
hanya karena kecantikan atau kekayaannya.
“Kenapa kau bertanya seperti itu?” pria itu menaikkan nadanya, karena
ia tidak suka jika dicurigai seperti itu.
“Sudahlah, aku tidak butuh pria yang hanya cinta pada kelebihanku
saja!” jawabnya.
***
Kini ia semakin memahami makna cinta. Ia belajar dari masa lalunya.
Di dalam hati ia berkata,
Tuhan...
Aku tau sakit
ini baik bagiku
Aku tidak
melihat penyakit ini sebagai derita
Aku tidak
melihat seberapa besar penyakit kuderita
Karena yang
memberikan adalah Engkau, Sang Pecinta
Tuhan...
Kini aku tau
Bahwa cinta
tidak melihat bagaimana yang dicinta
Bahwa cinta
tidak melihat seperti apa yang dicinta
Tetapi cinta
melihat “siapa” yang dicinta
Kasihan sekali si suci hiks...cinta tidak melihat bagaiman yg dicinta.nice mba....
ReplyDeleteia,Mba. trmksh ^^
Delete