Hari Minggu, tepatnya tanggal 6 Maret 2016 aku pergi ke IBF (Islamic
Book Fair) bersama Kak Dini, Kak Nafisah, dan Muhammad. Kak Dini dan
Muhammad adalah santri al Umm, sama sepertiku. Sedangkan Kak Nafisah adalah
putri ketiga “Syaikh”, panggilan yang biasa digunakan seluruh santri dan
masyarakat kepada pimpinan pondok pesantren yang aku tempati saat ini. Hari itu
adalah hari terakhir IBF tahun 2016. Kami merencanakan sejak seminggu sebelum
IBF berakhir. Namun, semenjak hari jumat aku sudah merasa “galau”. Kamu tau
kenapa? Karena hari kamis adalah pembahasan terakhir mengenai “Bab Haji”, itu
berarti pertemuan selanjutnya, hari Minggu sore, adalah waktu “ulangan”.
“Kak, gimana jadi gak?” tanyaku pada Kak Dini.
Mungkin pertanyaan itu yang sering aku lontarkan kepadanya. Dia sudah
paham bahwa kemungkinan hadir ke IBF sangat kecil kalau ulangan tetap diadakan.
Kamu paham kan kenapa? Hehehe
Sebenarnya kalau ualangan diadakan dan kami tetap berangkat, itu
berarti kami semua “nekat”. Ya, nekat! Karena belum membawa amunisi apapun
untuk berperang. Ibarat kami tidak memiliki ilmu beladiri tetapi tetap saja mau
berperang, hanya tangan kosong. Bisa-bisa “babak belur” kan? Hehehe
Namun, takdir berkata lain. Hehehe kata takdir, kami harus
berangkat. Bahkan diizinkan sampai sore hari.
“Yeaaaahhhh, akhirnya berangkat. Berarti gak ulangan gitu, Kak? Hehehe”
Seperti itulah ekspresiku ketika Syaikh mengizinkan kami pergi ke
IBF sampai sore hari, tapi tetap harus ingat bahwa batasnya adalah sebelum
maghrib sudah pandai pondok. Siap Syaikh! ^^
Akhirnya sekitar pukul 9 pagi kami memesan Grabcar. Dan berangkat
sekitar pukul 9.30 WIB. Muhammad duduk disamping Pak Supir. Aku dan yang
lainnya duduk di bangku tengah. Ini pertama kalinya pergi keluar bareng santri
al Umm yang rasanya seperti “jalan-jalan” hehehe. Sampai sana sekitar
pukul 11 siang. Aku belum mau mencari buku-buku, tetapi ingin datang ke
panggung utama dulu. Kamu tau ada apa disana? Ya, ada duet Ust. Salim A. Fillah
dengan Ust. Felix Siauw. Tak apa tertinggal banyak, setidaknya masih bisa
mengikuti sesi tanya jawab. Tema acara pada hari itu adalah tentang Bersamamu
di Jalan Dakwah (kalau tidak salah). Materi yang bagus sayang sekali jika
tidak didokumentasikan, akhirnya aku langsung mengeluarkan HP dari kantong, dan
mulai merekam. Hehehe
Aku berpikir, sepertinya tahun ini, di hari terakhir IBF benar-benar
sangat padat. Bukan hanya di sepanjang jalan tempat stand, tetapi di
kamar mandi dan juga Food Court. Rasanya seperti dikelilingi karbondioksida
saja. Mungkin ketika itu para “oksigen” sedang menonton acara di panggung
utama, hehehe.
Rencanaku kesana ingin membeli buku terkait linguistik dan sejarah,
tapi karena waktunya terbatas, aku hanya mendapat satu buku saja, tentang
sejarah. Dua buku lainnya yang aku beli malah berkaitan dengan psikologi. Aduh
jiwa kepengin belajar di jurusan psikologi masih ada aja nih..hehehe
Singkat cerita, kami pulang setelah Asar, dan sampai di pondok
sekitar jam setengah 6 sore. Ketika hendak masuk kamar, aku terkejut, ada sesosok
wanita yang sedang duduk. Dan parahnya lagi, Kak Dini sedang “ngobrol”
bersamanya. Ih, serem rasanya.
“Itu siapa ya?” tanyaku dengan penuh penasaran dari luar kamar.
Setauku, aku hanya tinggal berdua di kamar, aku dan Kak Dini.
Namun, saat itu ada yang ketiga. Kamu tau kan yang ketiga biasanya
siapa? Wkwkwk Dan ternyata dia adalah manusia juga. Huh, leganya. Kamu
tau dia siapa? Dia adalah salah seorang bidadari disini. Aku mengatakan ini
bukan karena kemauanku, karena memang dia menganggap dirinya seperti itu, hahaha
(semoga dia baca tulisan ini).
Kami biasa memanggilnya “Icha”. Nama aslinya adalah Noor Annisa. Wah,
cewek banget kan? Tapi kamu tau tidak? Dia adalah wanita terkuat disini,
jika dibandingkan denganku atau Kak Dini. Gimana tidak kuat, dia sanggup
membawa galon yang lumayan berat itu. Dan sebab lainnya adalah karena memang
dia jarang sakit. Mungkin kami akan sangat heran kalau suatu hari Nisa sakit. Semoga
sehat selalu yaa Nisa, karena kamu adalah pahlawan kami...hehehe
“Heh, akhirnya pulang juga!” sapaku dengan muka ceria, “kapan
sampe, Nis?”
Ternyata dia sudah sampai pondok sejak siang tadi, sekitar jam 12
siang. Dia memang sedang tidak tinggal di pondok selama lebih dari sebulan. Mahasiswi
semester 6 UIN Jakarta ini sedang PKL (Praktik Kerja Lapangan) di Kota Malang. Entahlah
mengapa dia memilih tempat yang jauh dari kampusnya, mungkin sekalian pulang
kampung, karena memang dia berasal dari Tulungagung.
Akhirnya kami kembali lengkap. Ya, santri putri yang mukim di sini-saat
ini-hanya kami bertiga. Sebelumnya ada seorang santri juga, namanya Sa’diah. Namun,
sebentar lagi dia akan menikah. Uh, dia ternyata mendahului kami..hehe
baarakallah lakuma yaa, Sa ^^
Oya, aku dan Kak Dini dikasih oleh-oleh dari Malang sama Nisa,
keripik Mangga, kamu mau? Silakan mampir ke pondokku ya, masih banyak
oleh-olehnya nih! Hehehe sekian dulu ya cerita dariku, sejak kemarin aku
merasa senang karena kami kembali lengkap. Dan kamu tau bagaimana suasana kamar
ketika ada Nisa? Bukan seperti kuburan! Bukan seperti suasana ujian! Bukan juga
seperti suasana ketika sepertiga malam..asik..hehe Tapi harus
siap-siap diri, rasanya mungkin seperti datang pada acara “dangdutan” atau
nonton “konser musik rock” hahaha maaf ya Nisa, becanda ^^
Bagi dong keripik mangganya... He..
ReplyDeleteKak Rahim :D mau dikirim ke Mesir nih gambarnya? hehe
DeleteMalang? Wah...bikin kangen. Sudah lama tak ke sana.
ReplyDeleteia Mba.. malah aku blm pernah kesana..hehe
Delete